Upaya Gubernur Baru Atasi Banjir Jakarta

Muhammad Kemal Farezy Oct 31, 2022 0 Comments
Upaya Gubernur Baru Atasi Banjir Jakarta

Tangerang, BisnisPro.id – Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono mengatakan ada tiga penyebab banjir di Jakarta, yaitu rob, hujan, dan banjir kiriman dari hulu. Untuk banjir rob, Heru akan membangun waduk dan tanggul raksasa di pesisir Jakarta.

“Kita akan membuat, kalau bisa dengan pusat, NCICD, tanggul raksasa, dan mungkin beberapa lokasi tertentu seperti di Jakut, Cilincing, sebagian Jakbar, itu tanggulnya harus diperbaiki, disambung,” kata Heru di Balai Kota DKI Jakarta.

Heru juga melihat potensi efektivitas normalisasi sungai dalam mengatasi banjir. “Cepat surut ya. Ya itulah maka perlu ada percepatan sodetan. Sodetan kita sudah bahas kan kemarin. Itu kan suatu sebagai kendala yang harus kita selesaikan,” kata Heru, Jumat (28/10/2022).

Masalah pembebasan lahan pun dikatakannya tengah diurusi Pemprov DKI melalui Dinas Sumber Daya Air (SDA) DKI Jakarta. “SDA sedang bekerja. Tentunya yang lebih memudahkan kita bekerja. Mudah-mudahan Waduk Cimahi bisa selesai dan sodetan juga bisa selesai sehingga bisa mengurangi sementara waktu banjir sambil kita memproses normalisasi,” paparnya.

Program Normalisasi Sungai

Normalisasi sungai di Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta yang telah dimulai sejak 2012 belum juga tuntas hingga saat ini.

Proyek ini merupakan program pengendalian banjir yang dilaksanakan berdasarkan Perda Khusus Ibukota Jakarta Nomor 6 Tahun 1999 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah DKI Jakarta.

Program normalisasi sungai ini dikerjakan Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane (BBWSCC) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) bekerjasama dengan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta. Sungai Ciliwung akan diperlebar dan akan dipasangi turap beton dalam program normalisasi sungai ini.

Selama eksekusi di lapangan, Pemprov DKI menemui sejumlah persoalan. Program ini sempat terhenti pada 2018, dan hingga kini upaya untuk melanjutkan normalisasi kembali belum ada yang konkrit.

Jika normalisasi dilanjutkan, tentunya Gubernur Heru masih akan berhadapan dengan persoalan yang sama. Salah satunya soal pembebasan lahan.

Ahmad Riza Patria, mantan Wakil Gubernur DKI, mengakui program normalisasi sungai selama lima tahun terakhir belum optimal. Salah satu penyebabnya, karena kesulitan dalam pembebasan lahan di bantaran sungai.

“Setelah dicek, masih banyak permasalahan-permasalahan tanahnya, sengketanya dan sebagainya. Kami hati-hati,” kata Riza.

Pemprov DKI Jakarta, dalam proyek normalisasi, bertugas menyiapkan lahan untuk melebarkan sungai. Sedangkan, Pemerintah Pusat, dalam hal ini Kementerian PUPR, menyiapkan satuan pelaksana normalisasi.

Riza mengatakan, upaya pembebasan lahan itu sebenarnya sudah berjalan setiap tahun. Namun, karena hambatan itu, ia mengaku bahwa jajarannya berhati-hati saat membebaskan lahan.

Sementara di sisi Kementerian PUPR tak bisa menggarap normalisasi secara terpotong, karena Pemprov DKI yang tidak bisa langsung membebaskan lahan satu hamparan.

Riza juga sempat menyebutkan, salah satu masalah yang juga menghambat proses pembebasan lahan adalah adanya sengketa dan mafia tanah.

Program Tanpa Terobosan Karena Janji Politik

Prasetio Edi Marsudi, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta, menyebut Anies tidak memiliki kemampuan untuk menyelesaikan program normalisasi sungai karena takut dicap sebagai tukang gusur.

Padahal, program tersebut sudah diamanatkan dalam Peraturan Daerah (Perda) yang dibuat bersama dengan DPRD DKI. Selain itu, kata Prasetio, program tersebut juga tertuang di dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Perubahan (APBD-P) 2019.

“Faktanya, Gubernur tidak melaksanakan perintah Perda tersebut. Tidak mau melaksanakan pembebasan lahan. Gubernur takut disebut sebagai tukang gusur,” kata Prasetio Edi, Senin.

Ida Mahmudah, Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta bidang pekerjaan umum, juga menyesalkan program normalisasi yang tidak berjalan dengan baik di masa pemerintahan Anies.

Menurut Ida, biaya pembebasan lahan untuk normalisasi di tahun 2021 yang dianggarkan mencapai Rp 1 triliun, tidak terlaksana pencapaiannya. Pada 2022, Jakarta menganggarkan Rp 850 miliar untuk pembebasan lahan. Ida berharap, agar normalisasi sungai berlanjut, pembebasan lahan bisa segera dilakukan di tahun ini.

Pembebasan Lahan

Yayat Supriyatna, pengamat tata kota dari Universitas Trisakti, menilai terhambatnya pembebasan lahan banyak disebabkan oleh karena masyarakat yang enggan direlokasi dari bantaran sungai.

Masih banyak warga yang tinggal di bantaran sungai sehingga normalisasi tidak mudah diselesaikan. Relokasi di bantaran sungai juga kerap terhambat oleh penolakan masyarakat, baik itu karena uang ganti rugi yang mereka anggap tidak sesuai hingga enggan dipindahkan ke rusun.

Di era Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, memang pembebasan lahan bisa berjalan. Namun, kata Yayat, hal itu berimplikasi pada konflik sosial di masyarakat.

“Sebaiknya coba memadukan komunikasi dengan semua unsur masyarakat, lalu meminta dukungan ke pemerintah pusat,” kata Yayat kepada Kompas.com.

Jika terjadi penolakan, tambah Yayat, perlu terus dilakukan dialog dengan warga, meskipun hal itu harus dilakukan berkali-kali. Caranya, jelas Yayat, bisa dengan membentuk satuan tugas koordinasi yang kuat dengan seluruh unsur yang ada.

“Perlu ada pendekatan dialogis yang panjang, sehingga persoalan bisa diatasi. Mereka juga perlu diberikan penjelasan mengenai kerugian yang mereka alami apabila mereka terus tinggal di tempat bajir,” kata Yayat.

Penulis : Cyna Juni

Leave a Reply

Leave a facebook comment

Kurs Hari Ini

Update Covid-19 Hari Ini

Banner Ads