Kasus Sengketa Saham, Pengadilan Tunda Sementara Aksi Korporasi BFI Finance

Dian Ardiansyah Aug 8, 2018 0 Comments
Kasus Sengketa Saham, Pengadilan Tunda Sementara Aksi Korporasi BFI Finance

BisnisPro.Id – Penetapan Penundaan yang dilakukan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta (PTUN) pada 19 Juli 2018, terhadap Menkumham dan PT BFI Finance Tbk (PTBFI) berdampak pada aksi korporasi PTBFI.

Penerbitan Penetapan Penundaan oleh PTUN terkait perkara dengan nomor register: 120/G/2018/PTUN-JKT, maka pemberlakuan atas perubahan anggaran dasar PTBFI yang sebelumnya telah disetujui dan/atau dicatatkan melalui 10 keputusan oleh Menkumham secara yuridis telah ditunda.

Konsekwensinya, susunan pemegang saham dan struktur permodalan PTBFI kembali kepada keadaan sebelum dilakukannya pengalihan 32,32% saham dari seluruh saham yang telah dikeluarkan dan disetor penuh pada PTBFI milik PT Aryaputra Teguharta (PTAPT) yang dilakukan secara melawan hukum oleh PTBFI pada 2001.

Akta Nomor 74 tanggal 25 Juni 1999, sebagaimana telah disetujui Menkumham berdasarkan Persetujuan Nomor: C-12.640.HT.01.04.TH.99 tertanggal 08 Juli 1999 adalah akta dan persetujuan Menkumham yang saat ini berlaku selama Penetapan Penundaan belum dicabut hingga adanya Putusan Pengadilan dalam perkara ini yang berkekuatan hukum tetap. Dalam Akta tersebut, APT diketahui tercatat sebagai pemilik sah atas saham-saham sebesar 32,32%.

Kelanjutan dari penerbitan Penetapan Penundaan ini, Menkumham juga telah memblokir Profil Perusahaan dan Sistem Administrasi Badan Hukum (SABH) yang juga dikelola oleh Menkumham.

Pemblokiran SABH PTBFI tersebut membuat tidak ada pihak yang dapat melakukan aksi korporasi terkait PTBFI, yaitu (i) melakukan perubahan anggaran dasar PTBFI, (ii) melakukan atau menjanjikan perubahan struktur permodalan PTBFI dan (iii) melakukan perdagangan saham atau penjualan saham-saham PTBFI yang mengakibatkan kerugian bagi PTAPT selaku pemilik sah atas 32,32% saham PTBFI.

Itu termasuk dugaan atas rencana konsorsium Trinugraha Capital & CO SCA, sebagai pihak yang mengklaim sebagai pengendali 42,80% saham di PTBFI untuk menjual sahamnya kepada para calon investor (private equity firms).

Penetapan Penundaan secara yuridis adalah penetapan yang bersifat mengikat dan berkekuatan hukum dan berlaku secara hukum (binding and enforceable), yang wajib dipatuhi oleh berbagai pihak terkait.

Penundaan itu juga harus dipatuhi oleh PT Bursa Efek Indonesia (BEI), Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, berbagai lembaga penunjang pasar modal lainnya serta masyarakat pada umumnya,” ungkap Asido M. Panjaitan, kuasa hukum PTAPT, dalam konferensi pers di Penang Bistro Pacific Place, SCBD, Jakarta Selatan, Rabu (08/08/2018).

Melalui Surat tertanggal 5 Juni 2018 yang disampaikan melalui kantor pengacara Hutabarat Halim & Rekan (HHR Lawyers) kepada BEI, PTAPT telah menyampaikan peringatan kepada BEI bahwa apabila tuntutan PTAPT dalam Gugatan TUN ini dikabulkan maka akan berdampak kepada kepentingan pemegang saham publik/investor pasar modal di Indonesia yang akan melakukan perdagangan/transaksi saham PTBFI dengan kode perdagangan BFIN di kemudian hari.

“Oleh karena itu, BEI sebagai penyelenggara bursa, harus melakukan suatu tindakan konkret untuk menindaklanjuti Penetapan Penundaan ini seperti delisting atau suspensi atas saham BFIN dari lantai bursa. Itu diperlukan untuk mencegah adanya kerugian lebih besar bagi pemegang saham publik dan untuk menjaga stabilitas pasar modal pada umumnya,” papar Asido lebih lanjut.

Seperti diketahui, PTBFI selama ini selalu menyatakan bahwa Putusan PK 240/2007 adalah putusan yang non-executable, seperti yang disampaikan oleh PTBFI dalam persidangan perkara PTUN ini.

Meski demikian, hal itu justru dinilai sebagai ketidakpastian hukum oleh Majelis Hakim PTUN yang memeriksa perkara ini, sebagaimana tercantum dalam pertimbangan hakim dalam Penetapan Penundaan.

Dengan keputusan Penetapan Penundaan tersebut, maka PTUN justru telah memberikan jaminan hukum dan menegakkan kembali keadilan atas pelaksanaan Putusan PK 240/2007 yang selama bertahun-tahun kebelakang berada dalam ketidakpastian.

Selain proses persidangan perkara PTUN tersebut, PTAPT saat ini sedang menempuh proses hukum lain berupa, yaitu melakukan pelaporan kepada pihak Kepolisian RI dengan Laporan Polisi Nomor: LP/654/V/2018/Bareskrim tertanggal 18 Mei 2018 sesuai dengan Tanda Bukti Lapor Nomor: TBL/575/V/2018/Bareskrim dengan pokok dugaan tindak pidana penggelapan dan/atau penadahan dan/atau tindak pidana pencucian uang yang diduga dilakukan oleh Francis Lay Sioe Ho, Cornellius Henry Kho, Yan Peter Wangkar, dan pihak-pihak terkait lainnya.

Di samping itu, demikian Asido, PTAPT juga melakukan pelaporan pengaduan berupa surat ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tertanggal 16 Mei 2018 terkait dengan dugaan terjadinya tindak pidana penyesatan informasi di pasar modal dan corporate fraud yang diduga dilakukan oleh para pengurus PTBFI dan pihak-pihak terkait lainnya.

“Kami juga akan menagih hak kami atas dividen yang tidak dibayarkan oleh PTBFI sejak 2007, sebagai bentuk pelaksanaan Putusan PK 240/2007 yang telah berkekuatan hukum tetap, yang menyatakan PTAPT sebagai pemegang saham sah atas 32,32% saham pada PTBFI,” tukas Asido.

Sedangkan mengenai pemberitaan adanya rencana pembelian saham sebanyak 19,9% saham oleh Compass Banca S.P.A. yang 100% sahamnya dimiliki oleh Mediobanca S.P.A., private investment bank dari Italia, kalaupun rencana transaksi ini tetap dipaksakan untuk dijalankan, maka jelas terdapat prinsip hukum caveat emptor (buyer must be aware).

Prinsip tersebut menghendaki seorang calon pembeli harus beritikad baik, dan dengan demikian jika sebelum membeli saham-sahamnya sudah tahu bahwa perusahaan target (PTBFI) dan saham-saham tersebut sedang dalam sengketa, dimana keberadaan silang sengketa ini sudah diliput baik oleh media cetak dan/atau elektronik di dalam maupun luar negeri, maka tidak bisa dikatakan bahwa Compass Banca S.P.A. adalah pembeli beritikad baik, dan karenanya akan berhadapan dengan konsekuensi atau pertanggungjawaban hukum.

“Jika transaksi pembelian saham tetap dipaksakan untuk dilaksanakan, maka PTAPT akan segera melakukan tindakan hukum untuk meminta pertanggungjawaban terhadap semua pihak yang terkait dengan pemaksaan kehendak atas pengalihan saham-saham tersebut,” pungkas Asido.

Sebagaimana diketahui, investor terutama investor internasional dalam membeli saham, sangat penting menerapkan prinsip caveat emptor ini, sehingga tidak berlaku pepatah membeli kucing dalam karung.

“Jika Compass Banca S.P.A merupakan real investor yang independen dan memiliki kredibilitas internasional, sudah pasti mereka tidak akan mau main tabrak dengan mengabaikan sengketa hukum yang sedang berjalan terkait dengan PTBFI sebagai target company maupun saham-saham milik Konsorsium Trinugraha selaku pemegang saham pengendali di PTBFI,” imbuh Asido. (AS)

Leave a Reply

Leave a facebook comment

Kurs Hari Ini

Update Covid-19 Hari Ini

Banner Ads