Kilas Balik 2017: Bersyukurlah, Tito Sulistio Tidak Jadi Anggota Dewan Komisioner OJK

Dian Ardiansyah Dec 20, 2017 0 Comments
Kilas Balik 2017: Bersyukurlah, Tito Sulistio Tidak Jadi Anggota Dewan Komisioner OJK

Jakarta, BisnisPro.Id – Judul tulisan ini terkesan basi karena semua orang, terutama komunitas pasar modal Indonesia, sangat tahu bahwa Dr. Tito Sulistio, SE, MAF tidak terpilih untuk menjadi anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), sehingga tetap menjabat sebagai Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI).

Hanya masalahnya, kenapa baru sekarang bersyukurnya? Kenapa tidak dilakukan ketika OJK mengumumkan susunan para anggota Dewan Komisionernya, di mana nama pak Tito tidak tercantum di dalamnya?

Dunia pasar modal, bukanlah dunia yang asing lagi bagi pak Tito Sulitio. Sebelum menjabat sebagai Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI) untuk periode 2015-2018, pria lulusan Universitas Indonesia dari Jurusan Ekonomi tersebut juga pernah menjabat sebagai Direktur Utama Bursa Efek Surabaya (BES) pada 1995-1998.

Di awal Februari 2017 ini, pengumuman bahwa pak Tito dinyatakan lulus seleksi tahap pertama calon anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sempat mengguncang psikologis pasar sehingga menimbulkan kecemasan di kalangan komunitas pasar modal Indonesia. Kondisi tersebut tepatnya terjadi pada Rabu, 8 Februari 2017.

Ada seorang rekan yang menghubungkan kecemasan para pelaku pasar terhadap kelulusan pak Tito di seleksi tahap pertama calon anggota Dewan Komisioner OJK tersebut dengan penurunan IHSG di akhir perdagangan pada hari itu.

Memang, IHSG pada perdagangan Rabu (08/02/2017) tersebut ditutup turun 21 poin atau 0,4% ke posisi 5.360 dibandingkan posisi pada satu hari sebelumnya di level 5.381. Disamping itu, IHSG pada hari itu bergerak pada kisaran 5.349-5.382.

Saya sendiri tidak mengetahu persis, apakah kedua kejadian yang terjadi dalam waktu yang bersamaan tersebut saling memiliki keterkaitan. Yang pasti, hanyalah Tuhan yang tahu. Tetapi, kecemasan pasar terhadap pengumuman hasil seleksi tersebut cukup beralasan.

Pasalnya, menurut sebagian orang-orang yang mengenal pak Tito, baik di pasar modal Indonesia, terutama di jajaran SRO, maupun di kalangan para Direksi dan Dewan Komisaris emiten BEI, kehadiran sosok pak Tito untuk memimpin BEI sangat diharapkan sekali. Rata-rata mereka berpendapat, posisi pak Tito di BEI tersebut sangat diperlukan sekali.

Jika di berbagai BUMN rata-rata jabatan pucuk pimpinan, terutama posisi Direktur Utama, merupakan jabatan politis. Tetapi tidak demikian halnya di BEI. Kehadiran pak Tito sebagai nahkoda BEI tidak saja merupakan jabatan politis.

Banyak pihak yang menilai pak Tito adalah orang yang tepat untuk jabatan tersebut. Pasalnya, beliau mengerti pasar modal itu sendiri secara teknis. Karena itu, berbagai kebijakan yang diambil oleh Direksi BEI pasca beliau menjabat terlihat cukup luwes.

Ada dua hal yang menarik disimak dari berbagai upaya yang dilakukan pak Tito di BEI pada tahun ini. Pertama, beliau selalu menegakkan prinsip keberpihakannya terhadap investor ritel yang ada di pasar modal Indonesia.

Keberpihakan terhadap investor ritel sangat nyata terlihat, ketika beliau meminta agar PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum), setelah mengambil alih saham-saham milik negara di tiga emiten pertambangan berstatus BUMN, untuk melakukan penawaran tender (tender offer).

Dalam sebuah konferensi pers di Jakarta, Rabu (15/11/2017), Tito beralasan mengajukan permintaan tersebut semata-mata untuk melindungi investor ritel dimana rata-rata porsi kepemilikan saham mereka di ketiga emiten BUMN tambang tersebut adalah minoritas. Adapun ketiga emiten itu adalah PT Tambang Batubara Bukit Asam Tbk (PTBA), PT Timah Tbk (TINS) dan PT Aneka Tambang Tbk (ANTM).

Bahkan, Tito menegaskan, perlindungan terhadap investor ritel masih merupakan substansi utama dari rencana aksi korporasi tersebut. Karena itu, Inalum diminta untuk segera menyelenggarakn tender offer setelah melakukan pengalihan saham-saham pemerintah tersebut.

Penegasan itu menunjukkan bahwa pihak BEI sangat melindungi kepentingan para investor ritel utnuk menjaga kesinambungan transaksi perdagangan di lantai bursa. Bagimanapun juga, investor ritel tetap menjadi tulang punggung (backbone) perdagangan di bursa.

“Bagi saya, sederhana saja. Silahkan aksi korporasi itu dilaksanakan, tetapi saya mohon agar pemegang saham minoritas dilindungi. Jadi kita jangan hanya melihat format tersurat dari sebuah aturan pemerintah, namun juga harus memperhatikan substansi utama dari sebuah peraturan tersebut dibuat dan diterapkan,” papar Tito ketika itu.

Pada dasarnya, demikian Tito, aksi korporasi BUMN tersebut menciptakan perubahan yang mendasar terhadap status kelembagaan. Jika tadinya BUMN itu berbentuk persero, maka itu akan berubah menjadi tidak persero.

“Disamping itu, sebelum perubahan tersebut terjadi, setiap keputusan perusahaan membutuhkan persetujuan DPR. Akan tetapi, setelah perubahan tersebut, maka hal tersebut menjadi tidak diperlukan lagi,” imbuh Tito.

Karena itu, menurut Tito, perubahan status kelembagaan di sebuah korporasi adalah hal yang paling mendasar bagi keberadaan sebuah perusahaan. Secara teori, dengan terjadinya perubahan yang mendasar tersebut, maka perusahaan perlu melakukan tender offer.

Itu adalah sebagian dari kalimat-kalimat yang dikutip dari berbagai ucapan Tito ketika itu. Kalimat itu diucapkannya dengan lugas dan jelas tanpa tedeng aling-aling. Apa yang telah menjadi standar aturan pasar modal, maka hal tersebut yang harus dilaksanakan.

Hal kedua adalah beliau sangat cerdas untuk memahami kondisi pasar dan menganalisanya sehingga mampu menenangkan kondisi pasar berdasarkan data yang ada. Itu terjadi baru-baru ini di Kuta, Bali.

Sebelum mengutarakan analisisnya, beliau mengawalinya dengan pertanyaan kepada para wartawan yang mengikuti Workshop Pasar Modal di Bali. “Kalo elu punya duit Rp1.000, terus lu belanjain duit lu Rp100 di minimarket. Berapa duit lu yang ada sekarang?”

Rata-rata para wartawan menjawabnya sama, yaitu Rp900. Pasalnya, mereka menghubungkan jawaban tersebut dengan rumus matematika. Kemudian pak Tito dengan santai bertanya lagi,” Lu percaya gak, ada kemungkinan duit lu itu gak berkurang bahkan bisa bertambah, misalnya menjadi Rp1.200.”

Akibatnya, para wartawan yang hadir banyak yang mengeryitkan dahinya untuk berpikir keras. Lho kok bisa? Pak Tito kemudian mengatakan alasannya,” Ya, bisa aja kan elu dapet lotere di mini market itu. Lu dapet blessing yang tak terduga. Ya kan?”

Para wartawan termangu-mangu, karena ada benarnya juga penjelasan beliau. Barulah pak Tito menghubungkan cerita tersebut dengan kondisi investor asing yang bertransaksi di lantai BEI.

Tito Sulistio menjelaskan, per 14 Desember 2017, investor asing telah melakukan aksi jual bersih (net selling) saham bernilai Rp40,3 triliun. Kendati demikian, nilai saham yang dimiliki mereka naik sekitar Rp187 triliun, yaitu dari Rp1.691 triliun pada akhir 2016 menjadi Rp1.878 triliun per 14 Desember 2017.

Menurut Tito, kendati net selling nya mencapai Rp40,3 triliun, tetapi nilai kapitalisasi pasar saham-saham yang dikoleksi oleh investor asing mengalami kenaikan sekitar Rp187 triliun sepanjang periode tersebut.

“Dengan demikian, tidak benar jika ada pihak yang mengatakan bahwa investor asing keluar dari pasar modal Indonesia setelah mereka melakukan aksi jual bersih hingga bernilai Rp40,3 triliun,” papar Tito ketika itu.

Tito mengungkapkan, bukti bahwa investor asing tidak keluar dari Indonesia adalah nilai portofolio mereka meningkat Rp187 triliun! “Berdasarkan fakta tersebut, maka investor asing diasumsikan tidak pernah bahkan tidak bakal pernah mau meninggalkan pasar modal Indonesia,” imbuh Tito.

Pernyataan pak Tito tersebut membuat para pelaku pasar, khususnya para investor lokal, menjadi lebih optimistis terhadap kinerja pasar modal indonesia ke depan. Dengan penjelasan berdasarkan data tersebut, pak Tito dapat menenangkan para investor pasar modal Indonesia.

Itulah alasan kenapa pak Tito sangat diperlukan di pasar modal Indonesia. Karena itu, komunitas pasar modal Indonesia patut bersyukur kepada Tuhan dimana pak Tito tidak ditempatkan di OJK.

Memang benar, Tuhan menjadikan segala sesuatu indah pada waktunya. (AS)

Leave a Reply

Leave a facebook comment

Kurs Hari Ini

Update Covid-19 Hari Ini

Banner Ads