Meski Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Baik, Sri Mulyani Tetap Realistis

Muhammad Kemal Farezy Nov 10, 2022 0 Comments
Meski Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Baik, Sri Mulyani Tetap Realistis

Tangerang, BisnisPro.id – Badan Pusat Statistik (BPS) baru saja merilis angka pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III-2022 yang naik sebesar 5,72 persen (year on year/yoy). Angka itu melampaui pertumbuhan ekonomi pada kuartal I-2022 yang tercatat sebesar 5,01 persen dan kuartal II-2022 sebesar 5,44 persen.

Mencermati perkembangan yang terjadi, menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, laju pertumbuhan ekonomi yang sebesar 5,72 persen (year on year/yoy) pada kuartal III-2022 menunjukkan terus menguatnya ekonomi nasional di tengah meningkatnya ketidakpastian prospek ekonomi global. Namun, melihat kinerja ekonomi Indonesia yang terlihat membaik itu, Sri  tetap realistis melihat kondisi yang dihadapi Indonesia di masa berikutnya.

Di kuartal IV-2022, Sri Mulyani memperkirakan, pertumbuhan ekonomi akan melambat karena faktor siklus ekjomi yang cenderung melambat di akhir tahun, plus efek basis yang lebih tinggi di kuartal IV-2021. “Pertumbuhan ekonomi di triwulan IV diperkirakan akan sedikit mengalami moderasi,” ujar Sri Mulyani (9/11/2022).

Namun secara keseluruhan tahun 2022, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Republik Indonesia memperkirakan laju pertumbuhan ekonomi berada pada kisaran 5 hingga 5,3 persen. Menurut Sri Mulyani, optimisme tersebut tentunya didukung oleh beberapa landasan yang obyektif.

Landasan itu adalah berbagai indikator ekonomi makro yang terus menguat. Kemudian,  implementasi berbagai kebijakan yang cukup efektif untuk mendukung pemulihan ekonomi nasional. Yang tak kalah penting adalah pengelolaan APBN yang pruden, responsif dan efektif sebagai instrumen countercyclical sekaligus sebagai peredam gejolak sehingga pemulihan ekonomi nasional yang keberlanjutan dapat terus dijaga.

Menurut Sri Mulyani, Intervensi kebijakan pemerintah juga dilakukan melalui sisi suplai dan demand. Dari sisi suplai, melalui berbagai insentif fiskal dan adanya dukungan pembiayaan yang bersinergi dengan otoritas moneter dan sektor keuangan. “Dari sisi demand untuk mendukung daya beli masyarakat, dalam bentuk berbagai program bansos, subsidi maupun pengendalian inflasi,“ jelas Menteri Keuangan.

Melihat kinerja pada kuartal III-2022, dari sisi pengeluaran, masih didorong oleh pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang relatif tinggi sebesar 5,4 persen secara tahunan (yoy). Hal ini konsisten dengan beberapa indikator konsumsi masyarakat, termasuk rata-rata indeks penjualan riil yang tumbuh 5,5 persen (yoy). Namun, Sri mengakui, konsumsi pemerintah secara tahunan memang masih terkontraksi sekitar 2,9 persen (yoy), namun jika dibandingkan dengan kuartal II-2022 terlihat tumbuh sebesar 11,7 persen dari satu kuartal ke kuartal berikutnya (qtq).

Sri Mulyani juga menjelaskan, investasi atau pembentukan modal tetap domestik bruto (PMTDB)  menguat naik sebesar 5 persen. Hal ini sejalan dengan meningkatnya aktivitas ekonomi nasional dan membaiknya keyakinan para pelaku usaha. Di tengah kecenderungan melambatnya perekonomian global, kinerja neraca perdagangan Indonesia masih kuat. “Ekspor tercatat secara riil tumbuh 21,6 persen (yoy) di kuartal III-2022, sementara impor tumbuh 23 persen (yoy),” jelas Sri Mulyani dalam keterangan tertulisnya.

Pemerintah Jangan Lengah

Senada dengan sikap Menkeu yang cenderung realistis, Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengingatkan pemerintah agar tetap tidak lengah, meski kinerja perekonomian Indonesia tumbuh positif. Karena, risiko global yang tinggi bisa membuat indikator perekonomian bisa saja berbalik memburuk.

“Masalahnya, indikator yang terkesan positif bisa berbalik arah di kuartal berikutnya dengan kenaikan tingkat inflasi, suku bunga pinjaman, tekanan biaya produksi manufaktur, dan pelemahan kurs rupiah. Kondisi akan jauh berbeda, pemerintah tidak bisa lengah,” ungkap Bhima seperti dikutip Kompas.com (8/11/2022).

Menurut Bhima, tingginya pertumbuhan ekonomi kuartal III-2022, tidak terlepas dari dampak low base effect atau basis yang rendah pada pertumbuhan ekonomi kuartal III-2021 yang sebesar 3,51 persen (yoy). Saat itu laju ekonomi melemah karena adanya gelombang kasus Covid-19 dengan 26.000 kasus, dan disusul dengan kebijakan pembatasan sosial yang ketat. Sementara pada kuartal III-2022 ekonomi sudah mulai pulih, tak lagi ada pembatasan sosial.

“Pertumbuhan ekonomi kuartal III yang melebihi ekspektasi terjadi karena low base effect di mana pada kuartal III tahun lalu terjadi gelombang kasus Covid-19 yang memuncak dan disusul pembatasan sosial yang ketat,” jelas Bhima.

Penulis : Cyna Juni

Leave a Reply

Leave a facebook comment

Kurs Hari Ini

Update Covid-19 Hari Ini

Banner Ads