Perpanjangan Insentif PPN Sudah 6 Bulan Namun Kurang Efektif, Kok Bisa?

Muhammad Kemal Farezy Jan 4, 2022 0 Comments
Perpanjangan Insentif PPN Sudah 6 Bulan Namun Kurang Efektif, Kok Bisa?

Jakarta, BisnisPro.id – Realestat Indonesia (REI) menilai perpanjangan insentif PPN DTP yang 6 bulan bakal kurang efektif, mengingat proses pembangunan rumah tapak saja menghabiskan waktu sekitar 8 bulan.

Pemerintah memperpanjang insentif PPN DTP properti hingga Juni 2022 dengan besaran dikurangi 50 persen. Meski mengapresiasi, REI menilai 6 bulan kurang efektif, karena pembangunan rumah tapak saja pengembang perlu waktu minimal 8 bulan. Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (REI), yang sejak awal mengusulkan dan mengawal pemberian insentif Pajak Pertambahan Nilai ditanggung pemerintah (PPN DTP), mengapresiasi perpanjangan itu sebagai komitmen pemerintah untuk memacu pemulihan ekonomi nasional.

“REI mengapresiasi keputusan pemerintah memperpanjang PPN DTP sampai Juni 2022, meski sebenarnya kami mengajukan usul agar insentif ini diberlakukan setahun atau hingga akhir 2023,” kata Ketua Umum DPP REI Paulus Totok Lusida pada Senin (03/01/2022).

Dia mengemukakan alasan bawah waktu 6 bulan kurang efektif, karena untuk merampungkan pembangunan rumah tapak saja pengembang memerlukan waktu minimal 8 bulan.

Padahal supaya terjadi efek berganda (multiplier effect) untuk perekonomian nasional, dana program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) sektor perumahan yang menurut kabar disiapkan pemerintah sebesar Rp3,3 triliun atau untuk 40.000 unit rumah harus terserap optimal.

Untuk memaksimalkan target pemerintah tersebut, menurut Totok, REI segera memproses surat kepada Kementerian Keuangan dan Kemenko Perekonomian supaya realisasi rumah yang mendapatkan insentif PPN DTP dapat diundur sesuai dengan kontrak penyelesaian rumah.

“Meski berlaku sampai Juni 2022, kami berharap penyelesaian rumah ditetapkan sesuai dengan kontrak atau sampai akhir 2023, karena selain rumah tapak, juga ada rumah susun [apartemen], sehingga waktu konstruksinya bervariasi. REI akan sampaikan surat dan kawal usulan ini,” jelas Totok.

Menanggapi besaran insentif PPN DTP yang dikurangi 50 persen, Totok menduga Kementerian Keuangan mungkin hanya melihat dari angka realisasi tanpa melihat sisi dukungan dari institusi pemerintah lain termasuk pemerintah daerah. Menurutnya, alur proses bisnis perumahan panjang dan melibatkan regulasi dari banyak institusi pemerintah.

“Kendala yang dihadapi pengembang tidak dilihat dan diselesaikan terutama soal perizinan, padahal itu semua berkaitan erat dengan realisasi PPN DTP di lapangan. Saat ini misalnya, belum ada daerah yang menerbitkan PBG (Persetujuan Bangunan Gedung) sebagai pengganti IMB (Izin Mendirikan Bangunan), sehingga pengembang tidak bisa membangun,” paparnya.

Menko Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam acara Refleksi Pencapaian 2021 dan Outlook Ekonomi 2022 pada Kamis (30/12/2021) bahwa untuk penyerahan rumah tapak atau rumah susun baru dengan harga jual paling tinggi Rp2 miliar, insentif PPN DTP hanya diberikan 50 persen. Penyerahan rumah tapak dan rumah susun dengan harga jual di atas Rp2 miliar hingga Rp5 miliar, insentif PPN DTP yang diberikan hanya 25 persen.

Sementara itu, merujuk PMK No 103/2021 yang berlaku hingga 31 Desember 2021, insentif PPN DTP 100 persen diberikan atas penyerahan rumah tapak atau rumah susun baru dengan harga jual paling tinggi Rp2 miliar, sedangkan insentif PPN DTP 50 persen berlaku atas penyerahan rumah tapak dan rumah susun dengan harga jual di atas Rp2 miliar hingga Rp5 miliar.

Tuntaskan Hambatan Lebih lanjut Totok menilai program PEN sejauh ini sudah tepat berada di jalurnya. Sebagai salah satu asosiasi pelaku usaha khususnya di industri properti, REI mendukung penuh kerja keras pemerintah meski masih ada sejumlah hambatan yang perlu segera dituntaskan.

Berdasarkan evaluasi REI, merujuk data dari Sikumbang (Sistem Informasi Kumpulan Pengembang) pada 30 Desember 2021 terdapat 30.062 calon konsumen yang mendaftar dengan 23.561 calon konsumen dari REI dan sisanya asosiasi pengembang lain. Namun, realisasi yang melakukan berita acara serah terima (BAST) hanya 5.894 dengan 4.700 konsumen REI. Artinya, hanya 19,3 persen yang terealisasi dari jumlah yang mendaftar.

“Dari data itu kami melakukan evaluasi bahwa berkurangnya jumlah yang mendaftar kemungkinan karena pengajuan KPR [kredit pemilikan rumah]-nya ditolak bank. Namun, rendahnya realisasi yang melakukan BAST yakni 5.894 konsumen, itu masalahnya dipastikan karena bangunan rumah atau rumah susun yang belum selesai per Desember 2021,” kata Totok memerinci.

Dia menjelaskan banyak faktor yang membuat bangunan hunian belum rampung, salah satunya karena waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan unit rumah bervariasi minimal 8 bulan. Hambatan kedua adalah perizinan yang belum lengkap terutama pasca perubahan IMB menjadi PBG, karena belum ada satu pun peraturan daerah yang merilis tentang PBG.

Ketiga, adanya penerapan sistem Online Single Submission (OSS), di mana banyak daerah belum siap. Oleh karena industri properti tidak hanya berkaitan dengan satu institusi, ungkap Totok, hambatan koordinasi tersebut perlu segera dituntaskan pemerintah agar program PEN berjalan sesuai dengan keinginan pemerintah. REI, lanjutnya, mengajak semua pihak untuk duduk dan bergerak bersama untuk memulihkan ekonomi sebagai dampak pandemi Covid-19.

“Perlu ada PIC (person in charge) yang ditugaskan pemerintah untuk mengawal semua hambatan di industri perumahan. Bukan seperti sekarang justru saling lempar tangan. Saya kira enggak bisa ada pertandingan sepak bola di mana pemain hanya dikasih bola tetapi tidak dikawal [diwasiti],” ujarnya.

Sumber : Bisnis

Leave a Reply

Leave a facebook comment

Kurs Hari Ini

Update Covid-19 Hari Ini

Banner Ads