Inflasi Tahunan 5,71 Persen, BI Optimis Indonesi Kuat Hadapi Resesi

Muhammad Kemal Farezy Nov 1, 2022 0 Comments
Inflasi Tahunan 5,71 Persen, BI Optimis Indonesi Kuat Hadapi Resesi

Tangerang, BisnisPro.id – Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan, tingkat inflasi Indonesia pada Oktober 2022 mencapai 5,71 persen secara tahunan atau year on year (yoy). Angka ini naik dibandingkan inflasi Oktober 2021 yang hanya 1,66 persen.

Secara bulanan, inflasi Oktober 2022 tercatat sebesar 1,66 persen. September 2022 inflasi tercatat hanya 1,17 persen.

“Oktober 2022 terjadi inflasi 5,71 persen. Jika dibandingkan tahun lalu, terjadi kenaikan Indeks Harga Konsumen dari 106,66 pada Oktober 2021 menjadi 112,75 pada Oktober 2022,” ujar Setianto, Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS (1/11/2022).

Menurut Setianto, transportasi menjadi sektor penyumbang inflasi terbesar. Nilainya mencapai 16,03 persen dengan andil 1,92 persen.

Kemudian diikuti dengan sektor makanan, minuman, dan tembakau dengan nilai inflasi 6,76 persen dan andil sekitar 1,27 persen, kemudian sektor perawatan pribadi dan jasa lainnya yang laju inflasinya mencapai 5,41 persen dengan andil 0,34 persen.

Inflasi sektoral tersebut, kata Setianto, tidak terlepas dari kenaikan harga BBM yang terjadi sejak awal bulan September 2022, meskipun beberapa produk seperti Pertamax sempat turun harga di bulan Oktober 2022, namun tetap berada di atas harga sebelumnya.

Indonesia Kuat Hadapi Resesi

Bank Indonesia (BI) masih melihat adanya kekuatan perekonomian Indonesia menghadapi keadaan dunia yang sedang dihantui ancaman resesi.

Menurut Dody Budi Waluyo, Deputi Gubernur BI, risiko lonjakan inflasi masih akan terus berlanjut. Hal ini direspons BI dan juga banyak bank sentral negara lain dengan menaikkan suku bunga acuan.

Naiknya suku bunga acuan ini akan berdampak ke sektor-sektor ekonomi karena suku bunga pinjaman menjadi lebih mahal. Pada akhirnya, ini akan menyebabkan pertumbuhan ekonomi dunia menjadi lebih lambat.

BI sudah tiga kali menaikkan suku bunga acuan sejak Agustus 2022. Tujuannya, untuk menstabilkan nilai tukar dan menjaga inflasi tetap terkendali. Kebijakan ini pun tentu akan membawa dampak kepada pertumbuhan ekonomi nasional.

Namun, Dody memastikan, keputusan BI menaikkan suku bunga acuan telah dipikirkan dengan matang. Agar, dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi tidak separah negara-negara lain.

“Semua dilakukan secara terukur. Kita tidak akan menaikkan suku bunga kalau memang itu tidak diperlukan,” ujar Dody Budi Waluyo (31/10/2022).

Menurut Dody, dengan dukungan kebijakan moneter yang terukur ini, ekonomi Indonesia memiliki harapan untuk tetap tumbuh. Bahkan, dengan performa ekonomi saat ini, diperkirakan masih akan tumbuh pada kisaran 4-5 persen.

“Kita semua punya optimisme ekonomi kita masih akan terus tumbuh di tengah-tengah negara lain,” ucapnya.

BI justru lebih mengkhawatirkan ekspektasi inflasi ketimbang perlambatan pertumbuhan ekonomi. Dody menjelaskan, ekspektasi inflasi ini berasal dari inflasi yang temporer seperti tingginya harga bahan pangan atau pasokan bahan pangan yang berkurang.

Inflasi temporer ini harus bisa segera ditangani oleh BI. Jika tidak, dampaknya bisa membentuk ekspektasi inflasi yang dapat terjadi dalam jangka panjang.

“Masalah pertumbuhan yang melambat itu adalah prioritas yang kedua karena masalah stabilitas itu tidak ada kata tawar. Tidak ada pertumbuhan yang tinggi kalau itu diikuti dengan harga yang tinggi sehingga mengurangi daya beli. Oleh karena itu mandat BI adalah untuk menjaga inflasi ini,” jelasnya.

Rupiah Masih Tertekan

Kurs rupiah terhadap dollar AS dibuka melemah di pasar spot pada sesi perdagangan Selasa (1/11/2022). Faktor penyebabnya diperkirakan oleh karena sentimen negatif yang berasal dari dalam maupun luar negeri.

Melihat data Bloomberg, nilai kurs rupiah terhadap dollar AS dibuka pada level Rp 15.624 per dollar AS. Angka ini melemah dibanding posisi penutupan sebelumnya Rp 15.598 per dollar AS.

Koreksi terus berlanjut pada awal sesi perdagangan. Terpantau pada pukul 10.30 WIB, kurs rupiah melemah 0,36 persen ke Rp 15.653 per dollar AS. Pada akhir perdagangan hari ini, kurs Rupiah sedikit menguat ke Rp15.627,50 per dolar AS. Alhasil, Rupiah pun melemah 0,19 persen atau sekitar 30 poin.

Melemahnya nilai tukar rupiah seirama dengan naiknya indeks dollar AS. Data Investing menunjukkan, indeks dollar AS menguat pada kisaran angka 111 pada sesi perdagangan pagi hari.

Beberapa pengamat mengatakan, pasar masih mengantisipasi hasil rapat kebijakan moneter bank sentral AS yang akan dirilis Kamis ini. Sikap hawkish bank sentral AS diperkirakan akan berlanjut. Kenaikan suku bunga acuan diproyeksikan akan tetap agresif.
“Ini masih menjadi faktor utama penekan rupiah,” ujar Ariston Tjendra, Analis Sinarmas Future, kepada Kompas.com.

Dari dalam negeri, pasar uang akan menyoroti rilis data BPS terkait inflasi periode Oktober 2022. Kenaikan inflasi yang berlanjut akan menjadi sentimen negatif bagi pergerakan rupiah.

“Angka inflasi yang naik bisa menjadi kekhawatiran pelaku pasar karena bisa menekan pertumbuhan ekonomi,” kata Ariston.

Terakhir, pelaku pasar saat ini turut menyoroti isu terkait kelangkaan dollar AS di Tanah Air. Isu ini sebenarnya sudah dibantah oleh Bank Indonesia (BI), namun pergerakan rupiah sudah terlanjur tertekan.

“Pelaku pasar mungkin saja ada yang terbawa rumor ini sehingga melemahkan rupiah,” ucap Ariston.

Penulis : Cyna Juni

Leave a Reply

Leave a facebook comment

Kurs Hari Ini

Update Covid-19 Hari Ini

Banner Ads