Pasar Potensial Rumah untuk MBR

Dian Ardiansyah Oct 15, 2018 0 Comments
Pasar Potensial Rumah untuk MBR

Jakarta, BisnisPro.id – Pengusaha realestat mendorong lahirnya skim-skim pembiayaan dan program riil yang memungkinkan kelompok pekerja sektor informal ini dapat membeli rumah murah atau rumah untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR).

Program sejuta rumah harus didorong dengan program stimulus yang memicu pengembang untuk membangun rumah murah. Pembangunan rumah yang ditujukan untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) tidak boleh dibebani dengan syarat-syarat yang menyulitkan, baik oengembang maupun masyarakat.

Untuk mendukung program pembangunan rumah bagi MNR ini, Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (REI) telah mengikrarkan diri sebagai Garda Terdepan dalam Membangun Rumah Rakyat. Guna mencapai target pembangunan rata-rata 200 ribu rumah, berbagai terobosan dilakukan asosiasi ini, baik dari sisi permintaan (demand) maupun pasokan (supply).

Ketua Umum DPP REI, Soelaeman Soemawinata mengatakan titik fokus pembangunan rumah rakyat oleh REI akan diprioritaskan pada empat target pasar.

Menurut Eman, panggilan akrab Soelaeman, prioritas akan diberikan kepada PNS, TNI/Polri, pekerja di sekitar kawasan industri, dan kelompok masyarakat sektor informal. Dengan target pasar tersebut, Eman memastikan bahwa ke depan lebih dari 50 persen orientasi pembangunan rumah oleh anggota REI akan menyentuh penyediaan rumah untuk MBR. “Kami akan mendukung penuh pencapaian target pemerintah dalam membangun satu juta rumah. Ini bukan sekadar slogan, tetapiREI akan kerahkan semua potensi yang ada untuk memenuhi komitmen tersebut,” kata Eman.

Dari sisi demand, REI dalam tempo singkat telah berhasil membuat program kerja sama penyediaan rumah rakyat yang terintegrasi dengan berbagai pihak yang menjadi target pasar rumah rakyat. Dengan begitu, seluruh komponen penting yang bisa mendorong sisi permintaan telah diberdayakan oleh REI.

Untuk dapat menjangkau pasar prajurit TNI/Polri, REI telah menjalin kerjasama pembangunan rumah rakyat dengan Yayasan Kesejahteraan Pendidikan dan Perumahan (YKPP) dan Mabes Polri. Sedangkan untuk pasar PNS, sudah dilakukan MoU dengan Korpri dan Bapertarum-PNS yang memback- up pembiayaannya. Terakhir, REI telah menandantangani kerjasama dengan BPJS Ketenagakerjaan dalam penyediaan rumah bagi pekerja.

Sementara untuk target pasar kelompok masyarakat di sektor informal, diakui Eman, pihaknya masih menunggu menunggu regulasi pembiayaan yang lebih rinci sebelum masuk menyasar segmen pekerja informal. Lukman Purnomosidi, Ketua Kehormatan Real Estate Indonesia, menambahkan, pengembang harus punya gagasan konkret dan baru untuk merespon kebijakan Bank Indonesia (BI) tentang uang muka (DP/down payment) 0 rupiah.

Gagasan pengembang itu penting dalam rangka melakukan penyerapan rumah subsidi untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonomi nasional. Menurut Lukman, yang perlu dilakukan pengembang antara lain adalah dengan membuat program cicilan ringan untuk semi MBR (masyarakat berpenghasilan rendah). Kalau MBR diberi bunga 5 persen flat 20-25 tahun, PPH 1 persen, maka semi MBR agak lebih tinggi.

“Tapi, apakah fasilitas ini perlu juga dilakukan untuk perumahan dan apartemen? Tidak juga. Perumahan non subsidi dan apartemen cukup 50 persen saja,” jelas Lukman. Konsep ini yang harus didorong kepada otoritas. Jadi, dua pertiga penghasilan mereka untuk cicilan KPR (kredit pemilikan rumah), sepertiganya untuk biaya hidup. “Kalau disepakati oleh OJK (Otoritas Jasa Keuangan), formula ini akan berkembang,” kata Lukman.

Selain itu, pemerintah juga perlu mengeluarkan paket kebijakan untuk mempermudah generasi milenial dalam mendapatkan rumah. Kebijakan pelonggaran tersebut akan mengubah kebiasaan dan gaya hidup konsumtif kaum yang berusia 20 hingga 35 tahun itu dan mulai mengalihkan kesadaran mereka akan kebutuhan atas hunian. “Hemat saya, paket kebijakan untuk para milenial itu penting mengingat mayoritas dari mereka sebetulnya memiliki pendapatan di atas masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), tapi belum masuk golongan masyarakat menengah ke atas,” papar Lukman.

Dengan demikian, di satu sisi mereka tak bisa mendapatkan subsidi perumahan yang selama ini dikucurkan pemerintah untuk MBR karena penghasilan mereka melebihi batas maksimal yang diperbolehkan untuk membeli rumah subsidi. Di lain sisi mereka juga sulit menjangkau rumah-rumah nonsubsidi yang ditawarkan pengembang komersial. “Ilustrasinya begini, katakanlah para milenial yang penghasilannya 5 juta rupiah sampai 10 juta rupiah atau lebih sedikit.

Hanya saja, mereka tak masuk MBR tapi juga tak mampu beli rumah di atas 300 juta rupiah,” katanya. Karena itu, kalau pemerintah menganggap generasi milenial sebagai tulang punggung ekonomi di masa depan, mestinya paket kemudahan perumahan bagi mereka mesti segera dibuat. Agar pasar hunian terserap oleh segmen ini. Lukman juga berpendapat bahwa paket kebijakan itu bisa dalam bentuk pemberian subsidi, pelonggaran uang muka (DP), juga keringanan pajak.

Misalnya, mereka diberikan subsidi 50 persen dari subsidi yang diberikan kepada MBR. Atau dari sisi pajak, kalau MBR bebas PPN, untuk kaum milenial hanya dikenakan PPN 5 persen. (Yun)

Leave a Reply

Leave a facebook comment

Kurs Hari Ini

Update Covid-19 Hari Ini

Banner Ads