Pasokan Rumah Subsidi Tergerus Akibat Mahalnya Bahan Baku

Muhammad Kemal Farezy Jul 13, 2023 0 Comments
Pasokan Rumah Subsidi Tergerus Akibat Mahalnya Bahan Baku

Tangerang, BisnisPro.id – Performa sektor properti dan perumahan masih menunjukkan kelemahan. Dapat diamati bahwa produksi rumah mengalami perlambatan, meskipun permintaan properti residensial masih tinggi. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan pertumbuhan investasi komponen bangunan hanya mencapai 0,08% tahun ke tahun (yoy) pada kuartal I/2023, menurun dari angka 2,58% pada periode yang sama tahun sebelumnya.

Sektor konstruksi juga mengalami penurunan, dari 4,83% pada kuartal pertama 2022 menjadi 0,32% pada kuartal pertama tahun ini.

Di sisi lain, sektor real estat tumbuh sebesar 0,37% pada kuartal ini, menurun dari angka 3,78% pada periode yang sama tahun lalu. Sunarsip, Kepala Ekonom The Indonesia Economic Intelligence, menyatakan bahwa data ini menunjukkan adanya penurunan pasokan pada tahun 2023. Namun, dia juga melihat adanya peningkatan permintaan yang tercermin dari inflasi di sektor ini.

“Inflasi perumahan dalam setahun terakhir meningkat lebih dari dua kalinya level inflasi pada tahun 2021,” kata Sunarsip dalam diskusi ‘Prospek dan Tantangan Pembiayaan Perumahan Rakyat’, Selasa (11/7/2023).

Sunarsip menjelaskan bahwa inflasi perumahan pada bulan Juni 2023 mencapai 2,49 persen, lebih tinggi daripada tingkat inflasi akhir 2021 yang sebesar 0,76%. Menurut Sunarsip, kenaikan inflasi perumahan ini mencerminkan dua kondisi. Pertama, permintaan perumahan baik dalam bentuk sewa maupun pembelian yang tetap terjaga.

“Kedua, adanya kenaikan harga rumah karena dorongan kenaikan harga bahan baku biaya produksi, terutama pasca kebijakan kenaikan harga BBM pada September 2022,” ujarnya.

Kenaikan biaya produksi telah menyebabkan Indeks Harga Properti Residensial (IHPR) meningkat, terutama pada rumah tipe menengah. Hal ini menunjukkan minat yang tinggi terhadap tipe rumah tersebut. Kenaikan harga properti residensial tidak hanya terjadi di pasar komersial, tetapi juga pada pasar rumah subsidi. Aturan yang mengatur batasan harga rumah subsidi dengan pembebasan PPN 11% telah meningkat menjadi kisaran Rp162 juta hingga Rp234 juta.

Sunarsip menekankan pentingnya menjaga pengelolaan stok rumah, terutama rumah subsidi, agar produksinya tidak berkurang. Oleh karena itu, dia menyarankan perlunya mekanisme yang memastikan pasokan yang ada dapat disalurkan dengan tepat sasaran.

“Perlu ada badan/unit pengelola yang bertindak sebagai manajemen aset bagi perumahan MBR,” terangnya.

Sunarsip menyatakan bahwa saat ini pemerintah sedang merancang pembentukan Badan Percepatan Penyelenggaraan Perumahan (BP3) yang akan bertugas untuk memantau tingkat hunian dan berperan sebagai offtaker. Berdasarkan pengalaman dari Singapura, Sunarsip mengusulkan agar BP3 mengadopsi model dari Housing & Development Board (HDB) yang telah didirikan oleh pemerintah Singapura pada tahun 1960.

Tujuan dari hal ini adalah agar BP3 tidak hanya berfungsi sebagai pengawas dan offtaker, tetapi juga sebagai penyedia dan pengelola manajemen aset bagi rumah-rumah yang dibeli melalui skema yang disediakan oleh HDB. Misalnya, ketika ada pemilik rumah yang ingin menjual rumahnya karena pertimbangan tidak layak huni, HDB akan menjadi pembeli siaga (standby buyer).

“Dengan konsep seperti ini, penghuni dimudahkan dalam melakukan mutasi. Selain itu, pemerintah dapat menjaga pasokan (supply) rumah murah atau rumah bersubsidi,” terangnya.

Untuk menjalankan fungsi-fungsi serupa dengan HDB Singapura, Sunarsip mengusulkan agar BP3 yang akan dibentuk juga mengintegrasikan peran Perum Perumnas, sebuah BUMN di bidang perumahan. Dengan penggabungan ini, BP3 akan memiliki tiga fungsi sekaligus, yaitu sebagai penyedia, pengawas, offtaker, dan pengelola aset perumahan. Keberadaan Perum Perumnas di dalam BP3 akan memperkuat kemampuan korporat dari BP3 tersebut.

Leave a Reply

Leave a facebook comment

Kurs Hari Ini

Update Covid-19 Hari Ini

Banner Ads