Pemerintah Cuan dari Pajak Fintech dan Kripto

Muhammad Kemal Farezy Oct 27, 2022 0 Comments
Pemerintah Cuan dari Pajak Fintech dan Kripto

Tangerang, BisnisPro.id – Berdasarkan informasi di Instagram resmi Kementerian Keuangan (Kemenkeu), penerimaan pajak dari layanan teknologi finansial atau fintech telah mencapai Rp 130 miliar. “Penerimaan pajak fintech – P2P lending Rp 0,13 triliun (per 30 September 2022),” tertulis dalam akun Instagram Kemenkeu (26/10/2022).

Penerimaan itu terdiri dari dua jenis pajak penghasilan (PPh), yaitu PPh 23 atas bunga pinjaman yang diterima wajib pajak dalam negeri (WPDN) dan bentuk usaha tetap (BUT), serta PPh 26 terhadap bunga pinjaman yang diterima wajib pajak luar negeri (WPLN).

Hal isi sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 69/PMK.03/2022 tentang PPh dan PPN atas Penyelenggaraan Teknologi Finansial. Dalam peraturan ini, pemerintah mulai mengenakan pajak terhadap transaksi di fintech peer-to-peer (P2P) lending dan sejumlah jenis fintech lainnya.

Reformasi perpajakan melalui perluasan pengenaan pajak terhadap berbagai transaksi telah memberikan tambahan kontribusi penerimaan. Hal itu juga mencakup penerimaan pajak dari fintech.

Direktorat Jenderal Pajak mencatat bahwa sampai dengan September 2022, penerimaan PPh 23 dari fintech telah mencapai sekitar Rp 90,05 miliar. Sementara, penerimaan PPh 26 dari fintech mencapai sekitar Rp 40,04 miliar.

Amanat Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Pajak (UU HPP), pelaksanaan pengenaan pajak terhadap fintech harus mulai diberlakukan sejak 1 Mei 2022. Namun, pembayaran dan pelaporan pajaknya diperbolehkan untuk mulai berlangsung pada Juni 2022.

Dalam poin pertimbangan PMK 69/2022, Menteri Keuangan mengatur mengenai pengenaan pajak untuk layanan pinjam meminjam (P2P lending) dan sejumlah jenis fintech lainnya, seperti jasa pembayaran (payment), penghimpunan modal (crowdfunding), pengelolaan investasi, penyediaan asuransi online, dan layanan pendukung keuangan digital.

Untuk layanan P2P lending, pengenaan PPh berlaku terhadap pemberi pinjaman yang memperoleh bunga pinjaman atau imbal hasil berdasarkan prinsip syariah. Penghasilan itu wajib dilaporkan dalam surat pemberitahuan (SPT) tahunan.

Sementara itu, untuk pengenaan PPN berlaku atas penyerahan jasa penyelenggaraan fintech oleh pengusaha. Ada cukup banyak kategori penyelenggara fintech yang dicakup dalam pengenaan PPN ini.

Sebut saja perusahaan penyedia jasa pembayaran (payment), penyelenggara penyelesaian transaksi investasi, penghimpunan modal (crowdfunding), layanan pinjam meminjam, pengelolaan investasi, penyediaan produk asuransi online, pendukung pasar, serta layanan pendukung keuangan digital dan aktivitas jasa keuangan lainnya.

Selain itu, termasuk juga yang dicakup dalam pengenaan PPN adalah penyedia jasa pembayaran paling sedikit berupa uang elektronik, dompet elektronik, gerbang pembayaran (payment gateway), layanan switching, kliring, penyelesaian akhir, transfer dana, plus jasa keuangan lainnya misalnya e-wakaf, e-zakat, robo advise, dan produk berbasis aplikasi blockchain.

Pajak Kripto

Selain perolehan dari pajak fintech, pemerintah juga memperoleh pajak dari aset kripto sebesar Rp 159,12 miliar hingga akhir September 2022. Nilai yang terkumpul ini  berupa perolehan dari pajak penghasilan (PPh) maupun pajak pertambahan nilai (PPN).

Menurut Menteri Keuangan, pengenaan pajak terhadap aset kripto telah berlaku sejak 1 Mei 2022. Dalam waktu yang tidak terlalu lama, perolehan pajak dari transaksi dan keuntungan transaksi tercatat cukup besar.

Pada Juni 2022, sekitar 1 bulan setelah pengenaan pajak diberlakukan, pemerintah berhasil memperoleh pajak kripto hingga Rp 48 miliar. Juli 2022, naik lagu menjadi Rp 80,9 miliar. Pada Agustus 2022, penerimaan pajak kripto telah mencapai Rp 126,75 miliar atau hampir tiga kali lipat dari nilai pada bulan pertama.

Catatan terakhir per 30 September 2022, total perolehan pajak kripto mencapai Rp 159,12 miliar. Porsi penerimaan berasal dari PPN yang kontribusinya senilai Rp 82,85 miliar, sedangkan total perolehan PPh dari transaksi kripto mencapai Rp 76,27 miliar. Semakin banyak transaksi terjadi akan semakin besar pula perolehan negara.

Pengenaan pajak terhadap aset kripto tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 68/PMK.03/2022 tentang PPN dan PPh atas Transaksi Perdagangan Aset Kripto. Perkembangan aset kripto yang meluas dengan pesat dan telah berkembang menjadi komoditas perdagangan, membuat pemerintah menilai aset ini layak menjadi objek pajak.

Dalam aturan disebutkan, pengenaan PPN diberlakukan atas penyerahan aset kripto oleh penjual, jasa penyediaan sarana elektronik untuk transaksi perdagangan aset kripto, serta jasa verifikasi transaksi aset kripto dan/atau jasa manajemen kelompok penambang aset kripto.

Pengenaan PPN juga diberlakukan untuk penyerahan aset kripto oleh penjual di dalam daerah pabean dan/atau kepada pembeli aset kripto di dalam daerah pabean. PPN juga dikenakan untuk transaksi kripto terhadap barang atau jasa lainnya, seperti untuk pembelian non fungible tokens (NFT).

Pajak atas aset kripto terdiri dari PPN yang dipungut oleh non-bendaharawan dan perolehan PPh 22 atas transaksi kripto melalui PPMSE DN dan penyetoran sendiri.

Dalam hal pengumpulan pajak terhadap aset kripto, Penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE) akan bertugas memungut, menyetor, dan melaporkan PPN terutang atas penyerahan aset kripto. PMSE itu merupakan penyelenggara yang melakukan kegiatan pelayanan untuk memfasilitasi transaksi aset kripto, termasuk perusahaan dompet elektronik (e-wallet).

Cyna Juni

Leave a Reply

Leave a facebook comment

Kurs Hari Ini

Update Covid-19 Hari Ini

Banner Ads